Pages

 

Senin, 17 April 2017

Sejarah Perkembangan Tanaman Kopi Di Indonesia

1 komentar
Definisi Kopi
Tanaman kopi (Coffea spp.) merupakan komoditas ekspor unggulan yang dikembangkan di Indonesia karena mempunyai nilai ekonomis yang relatif tinggi di pasaran dunia. Permintaan kopi Indonesia dari waktu ke waktu terus meningkat karena seperti kopi Robusta mempunyai keunggulan bentuk yang cukup kuat serta kopi Arabika mempunyai karakteristik cita rasa (acidity, aroma, flavour) yang unik dan excellent

Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting sebagai sumber devisa negara. Kopi tidak hanya berperan penting sebagai sumber devisa melainkan juga merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang dari satu setengah juta jiwa petani kopi di Indonesia.

Sejarah Kopi
Sejarah mencatat bahwa penemuan biji kopi sebagai minuman yang sangat berkhasiat dan berenergi pertama kali ditemukan oleh Orang dari Bangsa Etiopia di benua Afrika sekitar 3000 tahun yang lalu, atau 1000 tahun Sebelum Masehi. Kopi kemudian terus berkembang hingga sekarang ini menjadi salah satu minuman paling populer di dunia. Negara Indonesia sendiri telah mampu memproduksi lebih dari 400 ribu ton kopi per tahunnya dan kemudian di eksport di berbagai penjuru dunia. Di samping rasa dan aromanya yang sangat menarik, khasiat kopi juga dapat menurunkan risiko terkena penyakit kanker , diabetes , batu empedu , dan berbagai penyakit jantung.
Kata kopi sendiri berasal dari bahasa Arab : قهوة‎ dibaca qahwah yang artinya kekuatan, karena pada awal ditemukan kopi digunakan sebagai makanan berenergi tinggi. Kata qahwah kemudian diubah menjadi kahveh yang berasal dari bahasa Turki dan kemudian diubah lagi menjadi koffie. Dalam bahasa Belanda Penggunaan kata koffie langsung diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata kopi yang hingga saat ini dikenal dengan nama kopi.
Penemuan biji kopi sekitar tahun 800 Sebelum Masehi ada pendapat lain mengatakan jika tahun 850 Masehi. Pada saat itu, banyak orang di Benua Afrika, terutama orang dari bangsa Etiopia, yang mengonsumsi biji kopi yang dicampurkan dengan lemak hewan dan anggur untuk memenuhi kebutuhan protein dan energi tubuh. Penemuan kopi sendiri terjadi secara tidak sengaja ketika penggembala bernama Khalid seorang dari Abyssinia, mengamati kawanan kambing gembalaannya yang tetap terjaga bahkan setelah matahari terbenam setelah memakan sejenis buah berry. Ia pun mencoba memasak dan memakannya. Kebiasaan ini kemudian terus berkembang dan menyebar ke berbagai negara di Afrika, namun metode penyajiannya masih menggunkan metode konvensional. Barulah beberapa ratus tahun kemudian biji kopi ini dibawa melewati Laut Merah dan tiba di Negara Arab dengan metode penyajian yang jauh lebih maju.

Tanaman kopi merupakan tanaman unggulan subsektor komoditas perkebunan yang mendunia dalam kurung,waktu 20-30 tahun terakhir, Indonesia masuk dalam 3(tiga)besar penghasil kopi dunia,setelah negara Vietnam,tanaman yang bisa dipanen setelah mencapai umur 3-4 tahun,tergolong jenis perdu yang berasal dari negara Afrika.
Sejarah 
Penyebaran
Tanaman Kopi

Penyebaran Di Afrika

Penemuan tanaman kopi berasal dari Benua Afrika pada tahun 1000-800 SM,Oleh bangsa Etiopia yang di konsumsi biji kopi secara “konvensional” dengan mencampurkan lemak hewan dan anggur untuk memeuhi kebutuhan protein dan proses energi dalam tubuh.
Penyebaran Di Jazirah Arab
Penyebaran kopi di tanah arab berawal dari kota Mekkah dan Madinah melalui Pintu Perdagangan melalui jalur laut di laut merah pada tahun 1400 Masehi, Penyajian kopi di tanah arab terbilang mendekati kata “Modern” karena biji kopi dimasak untuk di ambil sari kopi tersebut, Penyebaran tanaman kopi Seiring dengan penyebaran agama islam di daerah Afrika Utara, Mediterania, Turki, dan India.

Penyebaran Kopi di Benua Amerika
Pada tahun 1727, pemerintah Brasil berinisiatif untuk menurunkan harga pasaran kopi di daerahnya, karena pada saat itu kopi masih dijual dengan harga mahal dan hanya bisa dinikmati oleh kalangan elit yang kaya raya. Oleh karena itu, pemerintah Brasil mengirimkan agen khusus, Letnan Kolonel Francisco de Melo Palheta, untuk menyelinap masuk ke Perancis dan membawa pulang beberapa bibit kopi.
Penyebaran Di Eropa
Pada tahun 1453 Penyebaran kopi di Eropa masuk melalui negara Turki di bawa oleh “kekhalifaha Ottoma” Masuk melalui pintu perdagangan Venesia (Italia) di kota ini biji kopi mulai menjadi kebutuhan pasar pada saat itu, keterbatasan pasokan kopi dari negara Turki  Membuat Bangsa Belanda pada tahun 1616 di Saat itu Mulai Membudidayakan tanaman tersebut.

Pada sekitar tahun 1714-an, Raja Perancis Louis XIV menerima sumbangan pohon kopi dari bangsa Belanda sebagai pelengkap koleksinya di Kebun Botani Royal Paris, Jardin des Plantes.

Penyebaran Di Indonesia
Pada tahun 1696 masuk ke melalui Batavia (Jakarta) yang di bawa oleh Pasukan Komandan Belanda “Andria Van Ommen dari Malabar-India.  Pada tahun 1699 Tanaman kopi yang di tanaman di Jakarta Timur terkena banjir, kemudian di datangkan kembali bibit baru dan berkembang di Sumatera, Bali Sulawesi dan Timor.

Kopi pun kemudian menjadi komoditas dagang yang sangat diandalkan oleh VOC. Tahun 1706 Kopi Jawa diteliti oleh Belanda di Amsterdam, yang kemudian tahun 1714 hasil penelitian tersebut oleh Belanda diperkenalkan dan ditanam di Jardin des Plantes oleh Raja Louis XIV.Ekspor kopi Indonesia pertama kami dilakukan pada tahun 1711 oleh VOC, dan dalam kurun waktu 10 tahun meningkat sampai 60 ton / tahun. Hindia Belanda saat itu menjadi perkebunan kopi pertama di luar Arab dan Ethiopia, yang menjadikan VOC memonopoli perdagangan kopi ini dari tahun 1725 – 1780. Kopi Jawa saat itu sangat tekenal di Eropa.
Jenis-Jenis Kopi Yang Di Budidayakan.
Kopi Arabika

Perkembangan di Indonesia.
Kopi arabika pertama-tama ditanam dan dikembangkan di sebuah tempat di timur Jatinegara, yang menggunakan tanah pertikelir Kedaung yang kini lebih dikenal dengan Pondok Kopi. Beberapa waktu kemudian kopi arabika menyebar ke berbagai daerah di Jawa barat, seperti Bogor, Sukabumi, Banten dan Priangan, hingga kemudian menyebar ke daerah lain, seperti Pulau Sumatera, Sulawasi, Bali dan Timor. Kejatuhan kopi jawa dimulai ketika serangan penyakit kopi melanda pada tahun 1878. Setiap perkebunan di seluruh Nusantara terkena hama penyakit kopi yang disebabkan oleh Hemileia Vasatrix. Penyakit ini membunuh semua tanaman arabika yang tumbuh di dataran rendah. Kopi arabika yang tersisa hanyalah yang tumbuh di lahan setinggi dari 1.000 meter di atas permukaan laut

Kopi Robusta

Perkembangan di Indonesia
Pudarnya kejayaan kopi jawa ini kemudian diisi oleh kopi arabika asal Brasil dan Kolombia yang terus merajai hingga sekarang. Meskipun demikian, sisa tanaman kopi arabika masih dijumpai di kantong penghasil kopi di Indonesia, antara lain dataran tinggi Ijen (Jatim), tanah tinggi Toraja (Sulsel), serta lereng bagian atas pegunungan Bukit Barisan (Sumatera), seperti Mandailing, Lintong dan Sidikalang (Sumut), serta dataran tinggi Gayo (Aceh). Untuk menyikapi serangan hama ganas tersebut, pemerintah Belanda kemudian menanam kopi liberika yang lebih tahan hama. Sayangnya, varietas ini tidak begitu lama populer dan juga terserang hama. Lantas kopi Robusta mulai diperkenalkan di Indonesia di awal 1900-an untuk menggantikan kopi liberika dan arabika yang hancur lantaran hama. Kopi Robusta yang lebih tahan terhadap hama dianggap sebagai alternatif yang tepat terutama untuk perkebunan kopi di daerah dataran rendah.


Pictures from Google Images.
Read more...

Senin, 10 April 2017

Kesuburan tanah dan status gizi dari sistem agroforestri kopi tradisional gayo di daerah Takengon , Provinsi Aceh , Indonesia.

1 komentar
Jurnal  pertanian dan perkembangan desa pada daerah tropis dan sub – tropis Vol. 112 No. 2 (2011) 87–100

Kesuburan tanah dan status gizi dari sistem agroforestri kopi tradisional gayo di daerah Takengon , Provinsi Aceh , Indonesia.

Susan Hanisch a , Zaitun Dara b, Katja Brinkmann a , Andreas Buerkert a,∗ a
Organic Plant Production and Agroecosystems Research in the Tropics and Subtropics (OPATS), University of Kassel, Germany bAgricultural Faculty, Syiah Kuala University, Banda Aceh, Indonesia

Abstrak
Sedikit yang mengetahui tentang  sistem penanaman kopi tradisional di Aceh Tengah, Indonesia, dimana produksi kopi adalah sumber utama untuk pemasukan  penduduk lokal gayo.. berdasarkan observasi lapangan dan wawancara petani, 14 perwakilan perkebunan agroforestri kopi dari kelas umur yang berbeda ( 60-70 tahun,30-40 thun, da 20 tahun) serta tujuh lokasi hutan padang rumput dan hutan asli yang berdekatan dipilih untuk menjadi penelitian ini, dan tanah beserta sempel daun kopi  dikumpulkan untuk analisis gizi.. perbedaan penting pada tanah dan parameter daun kopi  telah dtemukan hutan asli yang sudah lam ada  dan hutan pinus sumatra ( pinus markusii) karena tanah sebelumnya dan penutup menunjukkan pentingnya penggunaan sejarah lahan untuk budidaya kopi hari ini. pH tanah serta tertukar Na nd Ca konsentrasi yang secara signifikan lebih rendah pada  perkebunan kopi  dibandingkan dengan padang rumput dan keberdaan hutan . tanah C.N tersedia tanaman P, pertukaran K, dan Mg konsetrasi menunjukkan tidak ada perbedaan yang konsisten antara tanah dan kelompok Yang digunakan. Nitrogen (N ), Pospor (P), dan potassium (K) onsentrasi daun daun kopi dimana pada jarak kecukupanya , sedangkan seng (Zn) isinya ditemukan secara konsisten di bawah ambang batas kecukupan dan secara signifikan lebih rendah di perkebunan kopi tutupan hutan pinus sebelumnya dibandingkan dengan tutupan hutan asli sebelumnya. Sedangkan hasil penelitian ini memberikan wawasan ke dalam status gizi perkebunan kopi di Aceh Tengah, heterogenitas kondisi situs, ukuran sampel yang terbatas, dan kelangkaan data yang dapat diandalkan tentang sejarah penggunaan lahan dan kondisi tanah awal situs sampel menghalangi kesimpulan lebih definitif tentang keberlanjutan sistem dipelajari.

1. Introduction
Indonesia adalah negara pengekspor kopi terbesar keempat setelah Brazil, Kolombia dan Vietnam dan provinsi Aceh di Sumatera Utara adalah produsen terbesar kopi Arabika di negara ini. Sebagian besar perkebunan eksternal masukan agroforestry rendah dengan ukuran rata-rata 1,4 ha dimiliki oleh etnis minoritas orang Gayo yang tinggal di dataran tinggi Aceh Tengah,. Mengingat bahwa vegetasi alam sekitar terdiri dari hutan hujan asli yang sangat beragam, keberlanjutan produksi kopi di Aceh adalah kunci untuk konservasi mereka.
Di Aceh, program-program pembangunan Belanda di tahun 1980-an difokuskan pada produksi kopi dan perbaikan praktek budidaya dan kualitas kopi persetujuan umum adalah kebutuhan untuk meningkatkan sistem produksi dan pengolahan kopi. Selanjutnya, perpanjangan maka berkelanjutan daerah budidaya kopi untuk lahan marginal dengan lereng curam dan tanah non-vulkanik .dengan kesuburan rendah secara luas dikritik.
Penelitian lebih lanjut berfokus pada produksi kopi organik di Aceh Tengah dan Bener Meriah diterbitkan pada tahun 1990 Namun, sampai acara Tsunami pada tahun 2004 perang saudara yang tahan lama sangat terbatas penelitian dan pemasaran kopi sambil mengarah ke memburuknya banyak perkebunan.
Untuk mengidentifikasi kesenjangan penelitian untuk produksi kopi di dataran tinggi Aceh Tengah, pada bulan Mei dan Juni 2009 kami menganalisis status gizi sistem produksi kopi dan parameter tanah dibandingkan dari satuan lahan kopi dari usia yang berbeda dengan yang kawasan hutan dan padang rumput asli yang berdekatan sebagai indikator keberlanjutan ekologi produksi kopi lokal. Kami berhipotesis bahwa sejarah penggunaan lahan secara signifikan mempengaruhi sifat-sifat tanah dan tanaman kopi. Dan curah  hujan lokal sangat dippengaruhi  oleh tipografi.
Sementara kondisi iklim dan ketinggian yang optimal untuk kemiringan produksi kopi kecuraman dan kesuburan tanah yang rendah menghambat produktivitas jangka panjang dibandingkan dengan daerah lain di Aceh Tengah di mana tanah berasal dari gunung berapi.

2 Bahan dan Metode

2.1 Studi kasus
Penelitian dilakukan utara dari Danau Laut Tawar di Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh. Daerah terdiri desa Sintep, Kelitu, dan Gegarang di kecamatan (kecamatan) Kebayakan dan Bintang, sekitar 4 ° 38'N dan 96 ° 56'E. Kota lokal utama Takengon adalah pada jarak 12 km. perkebunan kopi (sistem agroforestri) memperpanjang dari ketinggian 1300m - 1800m dpl. Perkebunan pertama didirikan pada tahun 1930 dengan bantuan dari pengembang Belanda di lereng di 1400m - 1600m dpl menggantikan hutan hujan asli, sedangkan di dataran rendah Sumatera Pine (Pinus merkusii Jungh & de Vriese) ditanam untuk koleksi resin. Setelah ditinggalkannya koleksi resin di tahun 1980-an dan lahan hutan pinus tahun 1990 diberikan kepada penduduk setempat untuk pembentukan lebih lanjut dari perkebunan kopi. Selama masa konflik politik dari 1995-2004, banyak perkebunan telah ditinggalkan hingga 10 tahun dan hanya direhabilitasi beberapa tahun yang lalu. Tanah sekitarnya kopi perkebunan dari berbagai usia biasanya ditutupi olehjarang pinus vegetasi dan padang rumput, yang kadang-kadang dibakar. kapur metamorf adalah tanah yang dominan bahan induk di daerah secara lokal membedah oleh lapisan phyllite Menurut ke Tanah US tanah Taksonomi diklasifikasikan sebagai Podsols dan Litosols atau Inceptisols, Alfisols, dan Entisol lembab  klim tropis ditandai dengan curah hujan tahunan dari sekitar 2000mm, suhu rata-rata 20 ° C dan fluktuasi suhu rata-rata bulanan 1-2 ° C. curah hujan lokal sangat dipengaruhi oleh topografi .Sementara kondisi iklim dan ketinggian yang optimal untuk produksi kopi kemiringan kecuraman dan kesuburan tanah yang rendah menghambat produktivitas jangka panjang dibandingkan dengan daerah lain di Aceh Tengah di mana tanah berasal dari gunung berapi.

2.2 Sampling desain
Berikut wawancara dengan pemilik perkebunan dan lokal berwenang, perkebunan kopi Gayo yang dipilih untuk mewakili penggunaan lahan dan usia perkebunan kelas, topografi posisi dan praktek manajemen. Informasi pada pola umum sejarah penggunaan lahan seperti yang diperoleh dalam wawancara dikonfirmasi dalam perjalanan ini Penelitian oleh interpretasi citra landsat sejarah (Tidak dibahas disini). Mengingat struktur penggunaan lahan  sejarah, itu tidak selalu mungkin untuk menggunakan nomor yang sama dari ulangan untuk kelompok penggunaan lahan, yang didefinisikan dengan tutupan lahan saat ini dan sebelumnya (Tabel 1). Asli tutupan hutan dan padang rumput setelah hutan pinus sebelumnya penutup dipilih sebagai plot kontrol karena mereka adalah dominan alternatif jenis tutupan lahan. Namun, salah satu Situs padang rumput setelah tutupan hutan asli juga sampel untuk mendapatkan beberapa indikasi dari efek sebelumnya dibandingkan dengan tutupan lahan saat ini pada sifat-sifat tanah. situs dan manajemen karakteristik dasar sampel perkebunan dan plot yang diperoleh selama pemeriksaan pertamam dan wawancara petani (Tabel 2). Dominan pohon rindang di semua perkebunan adalah Leucaena leucocephala, sementara teduh dan buah lainnya pohon dan spesies sayuran juga ditanam secara sporadis di sebagian besar perkebunan.

2.3 tanah dan pengambilan sempel daun
Dalam setiap perkebunan kopi sampel, lima sampel tanah diambil sepanjang paralel transek ke lereng (lebih lanjut disebut sebagai titik sampling) di-antara kopi baris, dimana jarak antara titik sampling berkisar dari 20 sampai 50 m, tergantung pada panjang perkebunan. Di padang rumput dan hutan plot panjang transek dan jarak antara titik sampling yang terutama ditentukan oleh topografi dan aksesibilitas. Di setiap titik pengambilan sampel tiga sampel kedalaman 0-20 cm diambil dalam radius 1m menggunakan Edelmann auger setelah penghapusan lapisan serasah, dicampur secara menyeluruh, dan sub-sampel dari sekitar 200 g air-dried untuk lebih lanjut analisis. Di kebun kopi kopi daun dari 3-4 pepohonan yang mengelilingi tanah titik sampling diambil sebagai sampel
dengan mengumpulkan dan pengeringan udara lima daun per pohon.dari pasangan daun-3 dari ujung cabang tumbuh. Setiap titik sampling dipetakan dengan GPS genggam
(Trimble GeoExplorer 3) dan lereng diukur dengan meter tinggi (SUUNTO PM-5/1520, Suunto Oy, Vantaa, Finlandia).
2.4 Tanah dan analisis daun

Sampel tanah air-dried hancur dan berlalu melalui saringan 2 mm; batu dan bahan tanaman tidak melewati saringan telah dihapus. pH tanah ditentukan dalam campuran 10 g tanah ditangguhkan dalam 25 ml CaCl2. Untuk C dan N pengukuran, sampel yang tanah dengan ball mill dan C dan N ditentukan dengan Vario Max CHN Analyzer.  konten C karbonat ditentukan pada 5 sampel pH tertinggi dengan sebuah calcimeter (Prolabo, Paris, Perancis). tanaman yang tersedia fosfor (P) ditentukan sesuai dengan P-Bray .Aku metode dalam 5 g udara kering konsentrasi tanah dan P dari ekstrak ditentukan colorimetrically kation Tukar (natrium, Na, kalium, K; kalsium, Ca; dan magnesium, Mg) ditentukan setelah ekstraksi dengan 1 N NH4-asetat dan analisis ekstrak oleh serapan atom atau spektrofotometri emisi nyala. tekstur tanah dianalisis oleh gabungan penyaringan dan metode pipet (Gee & Bauder, 1986) di dua sampel dari setiap plot (terendah dan tertinggi pengambilan sampel titik transek). Sebelum pengayakan, organik materi (OM) di 15 g bahan sampel hancur dengan penambahan 30% H2O2 dan menempatkan sampel dalam Mandi air panas pada suhu 50 ° C selama maksimal 24 jam. agregat tanah dibubarkan oleh pencampuran dengan 25 ml dari 0,4 N (NaPO3) 6 solusi dibiarkan semalam dan dikocok selama dua jam. fraksi pasir ditentukan dengan melewati sampel melalui 630 m, 200 m, dan 63 μmsieves. lumpur dan fraksi liat ditentukan sesuai dengan metode pipet . Daun udara kering yang digiling dan disimpan sampai lanjut analisis. Konsentrasi nitrogen diukur dengan FP-328 N-Analyzer .Fosfor dan K konsentrasi ditentukan setelah insinerasi seperti di atas dan Zn dengan serapan atomUntuk evaluasi konsentrasi nutrisi berarti daun ambang batas yang ditetapkan oleh Willson (1985) yang diambil sebagai referensi.

2.5 Analisis statistik
Perangkat lunak SPSS (ver. 12,0, SPSS Inc, Chicago, IL, USA) digunakan untuk analisis statistik. Ini adalah hipotesis bahwa sejarah penggunaan lahan (hutan asli – pinus hutan) dan tutupan lahan saat ini (perkebunan kopi dari kelas umur yang berbeda - hutan asli - padang rumput) memiliki secara signifikan mempengaruhi sifat-sifat tanah, yang tercermin dalam desain sampling (Tabel 1). Selain itu, kemiringan, ketinggian, dan tekstur tanah yang mungkin mempengaruhi tanah sifat. Untuk menguji hipotesis ini, kimia tanah dan sifat daun kopi dari semua titik sampel menjadi sasaran untuk analisis kovarians (ANCOVA), dengan tutupan lahan sebelumnya dan tutupan lahan saat ini sebagai faktor tetap dan kemiringan, ketinggian, tanah liat, dan fraksi pasir sebagai kovariat (Full-faktorial model).
Di samping nilai P sebagai indikator penting, η2 dihitung sebagai ukuran ukuran efek (Levine & Hullett, 2002), dan kekuatan diamati dari tes itu ditentukan (Janssen & Laatz, 2005). Untuk interpretasi dari perbedaan kelompok, sarana kelompok penggunaan lahan yang dibandingkan dengan non-parametrik Kruskal-Wallis-test, t-test (dalam kasus dua kelompok perlakuan), atau analisis varians (ANOVA, dalam kasus tiga atau lebih pengobatan kelompok). Intensitas rendah dari produksi kopi Gayo tercermin oleh kenyataan bahwa hanya dalam beberapa perkebunan pupuk mineral yang diterapkan dan hanya satu petani menggunakan pupuk organik (Tabel 2). Untuk mendeteksi efek pemupukan dan belum termasuk efek lainnya diketahui faktor, kita diuji untuk perbedaan yang signifikan dalam tanah dan parameter daun antara tiga perkebunan CPyoung menggunakan ANOVA, dimana pengambilan sampel poin dalam perkebunan diperlakukan sebagai ulangan (N = 5). Untuk menguji untuk normal distribusi dan kesetaraan varians untuk semua kelompok, Kolmogorov-Smirnov-test dan uji Levene berdasarkan pada median dilakukan terlebih dahulu. dimana data tidak terdistribusi normal atau varians tidak homogen, ANOVA diikuti oleh Games-Howell tes post-hoc (Janssen & Laatz, 2005). Jika tidak, Scheff'e post-hoc tes dilakukan yang juga berlaku ketika ukuran kelompok yang tidak seragam (Janssen & Laatz, 2005). Tingkat signifikansi untuk semua analisis adalah ditetapkan pada α = 0,05. Situs Fgrass tidak dimasukkan dalam analisis statistik karena jumlah kecil sampel dalam kelompok tutupan lahan dan daya rendah dari tes.




3. Hasil
3.1. Faktor Efek
Sebelumnya tanah penutup pH tanah secara signifikan terpengaruh, C, C / N rasio, konsentrasi P, dan Ca serta daun kopi N, P, dan Zn konsentrasi (Tabel 3). Efek ukuran tutupan lahan sebelumnya yang tertinggi untuk C / N ratio, daun N, dan Zn konsentrasi. konsentrasi nutrisi dan pH cenderung lebih rendah dan rasio C / N lebih tinggi pada situs penutup pinus sebelumnya dibandingkan dengan situs asli sebelumnya tutupan hutan (Gambar 1-3). tutupan lahan saat ini secara signifikan mempengaruhi rasio C, C / N, Na, dan daun kopi konsentrasi P, sedangkan ketinggian secara signifikan terkena tanah C / N rasio serta daun kopi N, P, dan Zn konsentrasi. Juga kemiringan ditentukan tanah pH dan Ca dan daun kopi N dan konsentrasi Zn (Tabel 3).

3.2. Analisis Tanah                                                                 
pH tanah berkisar 4,4-7,2 dan secara signifikan lebih rendah di perkebunan tua dibandingkan dengan lahan alternative menutupi kedua di situs yang sebelumnya tertutup oleh pinus dan asli hutan (Gambar 1). Isi C karbonat berada di bawah 0,1% untuk tanah dengan pH> 6,7, maka kontribusi karbonat C untuk Total tanah C diabaikan dan diukur nilai C yang dianggap mewakili organik C. Tanah konsentrasi C dari semua kelompok penggunaan lahan berkisar antara 2,4% sampai 12,2% dan konsentrasi N 0,2-0,9%. perkebunan kopi didirikan setelah hutan asli memiliki konsentrasi C lebih rendah dari hutan asli, sedangkan di tutupan lahan kelompok berikut pinus vegetasi tanah C meningkat dengan usia (Gambar 1). Tanah konsentrasi N berperilaku sama. Terlepas dari kelas usia, perkebunan kopi mereka tanah cenderung memiliki lebih rendah C / N rasio dari alternative tutupan lahan plot, meskipun perbedaan ini tidak selalu signifikan secara statistik (Gambar 1).
Tanaman yang tersedia konsentrasi P berkisar antara 0,5 sampai 80 mg kg-1 dengan penurunan kuat dengan usia perkebunan. nilai-nilai Bray-P di perkebunan didirikan setelah hutan asli secara signifikan lebih tinggi daripada di hutan asli (Gambar 1).
Kalsium memberikan kontribusi 70-96% untuk ditukar tanah kation, diikuti oleh K (0,9-20,8%), Mg (1-13,1%), dan Na (0,2-1,1%). tanah padang rumput yang terkandung signifi- cantly tingkat Na lebih tinggi dari tanah di bawah perkebunan kopi setelah pinus sementara perbedaan antara plot kopi dan situs tutupan hutan asli tidak konsisten (Gambar 2).
Kalium berkisar 29,6-422,4 kg mg -1 dan tidak berbeda antara kelompok-kelompok tutupan lahan saat ini (Gambar 2). konsentrasi kalsium cenderung lebih rendah di bawah kopi dibandingkan dengan hutan atau padang rumput. Konsentrasi Mg adalah antara 52,4 dan 360 mg kg -1 dan berarti tidak berbeda antara kelompok tutupan lahan (Gambar 2).
Tanah situs Fgrass cenderung menyerupai lokasi hutan bukan situs Pgrass, khususnya sehubungan dengan pH (6.2), C / N rasio (12,2), dan tingkat Ca (19,9 mg kg -1) (Data tidak ditampilkan dalam grafik). Tingkat pemulihan dari analisis tekstur adalah antara 94 dan 103%. fraksi pasir berkisar 9-48%, lumpur fraksi 21-64%, dan fraksi liat dari 6- 71%, dengan tidak ada perbedaan yang signifikan antara tutupan lahan kelompok (Tabel 4).

3.3. Analisis Daun Kopi
Di perkebunan berikut pinus, pohon kopi di tua perkebunan memiliki konsentrasi P daun secara signifikan lebih rendah daripada di yang lebih muda. perkebunan kopi berikut hutan asli, sebaliknya, memiliki daun yang sama N, P, K, dan konsentrasi Zn. Dibandingkan dengan ambang batas yang diterbitkan tingkat (Willson, 1985) konsentrasi daun rata-rata N, P, dan K berada dalam kisaran kecukupan, sedangkan tingkat Zn secara konsisten di bawah ambang batas (Gambar 3).

3.4. Efek dari praktek pemupukan
Di antara perkebunan CPyoung, perkebunan dengan aplikasi dari kotoran sapi memiliki pH tanah secara signifikan lebih tinggi, tanah Ca, dan daun P konsentrasi dari perkebunan di mana tingkat dilaporkan berbeda pupuk mineral telah terapan (Tabel 5). Tingkat aplikasi N mineral tidak tercermin dalam tanah tingkat N sejak perkebunan dengan jumlah tertinggi terapan N memiliki signifikan konsentrasi yang lebih rendah dari tanah N dan C dari perkebunan lainnya.

4. Kesimpulan.
Nutrisi utama yang diekspor oleh tanaman kopi seperti N dan K yang ditemukan untuk menjadi agak terpengaruh oleh perkebunan kelas umur, yang mungkin karena produktivitas rendah pohon kopi, kontribusi Leucaena leucocephala pohon untuk N pasokan, dan pasokan sampah jatuh dari kopi dan bayangan pohon. Di sisi lain, tingkat tanah kation tukar tampaknya telah menurun di perkebunan kopi dibandingkan dengan padang rumput dan hutan situs. Sementara ekspor nutrisi dengan tanaman adalah kecil, penurunan mereka mungkin mencerminkan efek dari peningkatan erosi tanah dan pencucian di perkebunan kopi. langkah-langkah terhadap erosi karena itu akan cenderung menjadi meningkat pentingnya di masa depan untuk mencegah lebih lanjut kerugian nutrisi dan C. Konsentrasi organic dari P tersedia menunjukkan tren yang berbeda tergantung pada tutupan lahan sebelumnya situs perkebunan kopi. Sementara N, P, dan K konsentrasi daun kopi yang tinggi, Zn konsentrasi yang kekurangan. Pada produktivitas saat ini level dan manajemen terapan praktek kopi Gayo budidaya di wilayah Danau Laut Tawar tampaknya berkelanjutan, tetapi setiap kenaikan tingkat yield dapat menantang ini keberlanjutan. Meningkatkan pendapatan petani harus karena itu terutama dicapai dengan memanfaatkan potensi menghasilkan biji berkualitas tinggi dan mendorong pemasaran kopi perdagangan khusus organik dan fair.
Read more...
 
Aziz Saputra © 2016